Selasa, April 20, 2010

Rencana Ultah ke-44 Soepono Tinggal Kenangan

JAKARTA, MP - Jerit tangis keluarga pecah saat jenazah alamarhum Warsito Soepono disemayamkan di TPU Budi Darma, Jakarta Utara, Kamis (15/4) lalu. Tidak ada yang menyangka, jika sosok ramah dan selalu menjadi panutan keluarga itu harus pergi meninggalkan seorang istri serta dua orang anaknya untuk selama-lamanya di saat berencana merayakan ulang tahunnya yang ke-44 bersama keluarga, Minggu (18/4).

“Bapak meninggal saat akan merayakan hari ulang tahunnya yang ke-44 Minggu (18/4). Kami pun sudah berencana untuk merayakannya bersama-sama, tapi sayang beliau wafat sebelum sempat merayakan hari kelahirannya bersama keluarga,” ujar Sukaisih (40), istri almarhum sambil menitikan air matanya saat ditemui belum lama ini.

Kini, pupus sudah rencana manis itu. Hal itulah yang menyebabkan Sukaisih seperti tidak percaya jika suami tercintanya telah terlebih dahulu berpulang untuk selama-lamanya. Apalagi, kata Sukaisih, tidak ada kejanggalan saat Warsito Soepono seperti biasa berpamitan kepadanya, Selasa (13/4) lalu sebelum, almarhum bertugas dan benar-benar pergi meninggalkannya.

Sukaisih menceritakan, pagi itu, seperti biasa suaminya berpamitan untuk menjalankan tugas sekitar pukul 06.00. Tidak ada yang janggal saat itu, hanya saja Sukaisih teringat, jika ayah dari kedua buah hatinya Anggi Windarti (19) serta Harti Widiarti (13) sempat mengucapkan tidak akan pulang. Sukaisih tidak menyangka, rupanya kata-kata itu menjadi pertanda untuk kepergian Soepono selama-lamanya.
Tak hanya itu, Soepono pun memiliki rencana akan mengadakan aqiqah-an anak sulungnya pada 12 Mei mendatang. “Bapak bilang, nanti kalau ada rejeki, akan dilakukan aqiqah pada 12 Mei mendatang untuk Anggi,” kenang Sukaisih menirukan ucapan sang suami sesaat sebelum kepergiannya.

Dirinya menceritakan, di hari itu, Selasa (13/4) sekitar pukul 20.00, Soepono sempat menelopon kedua putrinya untuk menanyakan kondisinya. Dalam percakapan tersebut, keduanya tampak begitu mesra dan saling mengingatkan untuk tidak lupa makan. “Saya juga sempat bilang untuk berhati-hati dalam bertugas,” kata Sukaisih.

Keesokan harinya, atau Rabu (14/4) saat berlangsungnya kerusuhan Koja, dirinya mulai diselimuti kekhawatiran akan keselamatan sang suami. Ditambah lagi, mengenai pemberitaan di televisi yang menayangkan terjadinya bentrokan hebat antara warga dengan petugas Satpol PP. Kepanikan mendorong dirinya untuk segera mencari tahu informasi keberadaan sang suami yang baru diangkat sebagai PNS sejak dua tahun terakhir. Namun sayang, usaha Sukaisih menghubungi suaminya berkali-kali gagal karena handphone Soepono sulit dihubungi.

Dengan diselimuti rasa was-was serta penuh kekhawatiran, Sukaisih terus berdoa memohon keselamatan bagi suaminya. Hingga akhirnya, datanglah seorang pria yang kebetulan berprofesi sebagai wartawan sebuah harian di ibu kota yang menghantarkan handphone milik Soepono yang ditemukan di lokasi kejadian.

Atas kejadian itu, Sukaisih lalu mencari tahu keberadaan sang suami ke kantor Walikota Jakarta Utara tempat terakhir suaminya mengabdi sebagai Satpol PP dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT). Sebelumnya, selama satu tahun Soepono mengabdi sebagai Satpol PP di Kecamatan Koja, Jakarta Utara setelah sekian tahun mengabdi sebagai Linmas di kecamatan tersebut.

Usahanya mencari kabar berita di kantor Walikota Jakarta Utara berakhir nihil. Dengan memberanikan diri, Sukaisih yang kesehariannya berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini pun kemudian bergegas menyambangi RSUD Koja sekitar pukul 24.00. Di rumah sakit inilah, akhirnya, Sukaisih mengatahui dan mendapati kalau sang suami telah pergi untuk selama-lamanya.

"Kondisi fisik suami saya sangat mengenaskan sekali. Bagian mukanya banyak berlumuran darah dan keningnya pun bengkak. Nggak cuma itu, kata keterangan dokter bagian tengkorak belakangnya pecah. Sedangkan di punggung hingga paha banyak terdapat luka akibat sabetan benda tajam," kata Sukaisih sambil terisak menahan kesedihan.

Setelah diketahui identitasnya, dini hari itu atau Kamis (15/4), jasad Soepono langsung dibawa pulang ke rumah duka di Komplek BPP, Jalan Kramat Jaya, Blok H/18, Koja, Jakarta Utara. Kekecewaan juga terlihat saat kedua putrinya menyaksikan jasad sang ayah yang telah membujur kaku akibat menjadi korban kerusuhan Koja.

Sukaisih mengaku sedih, tidak saja karena harus kehilangan orang yang disayanginya, tapi lebih dari itu, dengan kepergian Soepono kini tidak ada lagi sosok yang menjadi tulang punggung keluarga. "Selama ini yang bekerja bapak, sementara saya cuma ibu rumah tangga. Sedangkan anak-anak masih harus sekolah," keluh Sukaisih.

Dirinya pun berharap akan ada bantuan dari pemerintah atau dinas tempat di mana suaminya bernaung untuk menopang hidup keluarganya. "Saya minta keadilan dan bantuan kepada pemerintah agar diberlakukan pensiun untuk suami saya mengingat tugas yang diemban begitu berat dan harus kehilangan nyawa," harap Sukaisih.

Sementara itu rekan korban, yang juga pernah berdinas sebagai Satpol PP di Kecamatan Koja, Yasin Muhtadin (42) mengaku, Soepomo merupakan sosok yang baik dan ramah. Keramahannya membuat sosok almarhum begitu disayangi oleh rekan ataupun atasannya. "Kalau saya nilai orangnya nggak banyak tingkah. Dia bukan sosok yang arogan," jelas Yasin.

Yasin mengaku, almarhum Soepono merupakan sosok bapak yang baik dan dan sayang keluarga. Hal tersebut menurut Yasin dibuktikan dengan perhatiannya kepada keluarga di saat dia bertugas. "Sesekali dia pernah bercerita mengenai keluarganya, dan betapa sayang dia terhadap istri dan dua orang anak itu," tamdas Yasin. (red/*bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails