Senin, April 04, 2011

Bantuan Tak Pernah Sampai, Nasib Nelayan Cilincing Memprihatinkan

JAKARTA, M86 - Nasib kehidupan para nelayan Cilincing, Jakarta Utara (Jakut) hingga kini masih banyak yang memprihatinkan. Buktinya, mereka yang tergabung dalam paguyuban nelayan jala Cilincing masih hidup serba kekurangan.

Meskipun ada bantuan dari pemerintah ternyata diakui mereka tidak pernah sampai seperti program Penerimaan Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) yang digulirkan Departemen Kementrian Kelautan dan Perikanan di Cilincing, Senin (04/04) di TPI Cilincing, Jalan Rekreasi, Jakarta Utara.

Menurut Matora, salah satu nelayan yang tinggal di jalan Rekreasi, Cilincing, keberadaan nelayan jala, saat ini sudah hampir mati. Mereka nyaris jarang mencari ikan di dekat pinggir pantai.

"Sekarang menangkap ikan atau udang di pinggir pantai sulit. Kalau dulu bisa dapat 8 sampai 10 kg per hari. Sekarang sulit, dapat 1 kilo sehari sudah bagus," ujarnya saat ditemui di Cilincing.

Matora mengaku, sulitnya mendapatkan pasokan ikan dikarenakan banyaknya limbah yang nota bene bukan berasal dari wilayahnya, namun dari wilayah lain.

"Limbah itu terbawa sungai dan bermuara ke laut. Ikan dan udang jadi banyak mati, dan nyaris tidak ada lagi yang dipinggir pantai," terangnya.

Menurut Matora, kondisi itu membuat pihaknya kembang kempis. Pria yang telah puluhan tahun menjadi nelayan jala itu, mengaku tidak bisa banting stir menjadi nelayan laut.

"Beli perahu saya tidak sanggup. Sudin Perikanan Jakarta Utara, tidak terlalu memperhatikan kami," ujarnya.

"Bantuan-bantuan dari sudin perikanan jarang menyentuh kami. Paling sering dari KKP," pungkasnya.

Senada dengannya, Masrudin, seketaris Kelompok Tani Nelayan Rampus Cilincing (KTNRC), mengatakan yang paling sering memberi bantuan dari kementrian Kelautan dan Perikanan.

Seperti yang berlangsung Senin (04/04) sore ini. Sayangnya kata dia, pihaknya tidak pernah diakomodir oleh sudin, hingga sulit mendapat bantuan. Dia menduga hal itu karena keberadaan kelompoknya tidak diakui.

"Kelompok kami tidak diakui oleh Sudin Perikanan Jakut, padahal anggota kami ratusan orang. Tapi tidak apa-apa, kami mencari makan dari laut. Bukan dari sudin, hanya saja kita minta mereka lebih mengayomi, jangan bersikap seolah seperti raja. Mereka harus lebih sering turun dan melayani," pungkasnya.

Adapun jumlah nelayan di Jakut, saat ini mencapai 18.900 nelayan. Jumlah itu tersebar mulai dari Cilincing hingga ke Muara Angke.

Kasudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakut, Sri Wahyuni, enggan diwawancarai, saat ditemui di pelelangan ikan Cilincing.

"Wawancara di kantor saja mas," ujarnya.

Adapun Kasie Perikanan Jakut, Sri Haryati, saat ini mengaku sedang disibukkan pasca adanya larangan impor ikan ilegal dari KKP.

"Sekarang banyak yang lagi ngurus tanda daftar usaha perikanan untuk para importer. Jumlah pastinya saya harus lihat di kantor. Yang jelas banyak, mereka minta rekomendasi dari kita, kemudian diteruskan ke dinas," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia DKI Jakarta, Yan Winata meminta sudin perikanan lebih memberdayakan para nelayan. Serta memperhatikan kebutuhan mereka, seperti BBM dan sebagainya.

"Petugas perikanan harus lebih memperhatikan nelayan. Kalau mereka sekarang disibukan dengan banyaknya importir yang mengurus rekomendasi, hendaknya cermat betul. Turun ke lapangan mengecek importir itu," ujarnya. (jek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails