Kuasa hukum warga Semper Kebantenan, RW 03, Sempertimur, Cilincing, Jakarta Utara tersebut, aksi pembongkaran dilakukan oleh Satpol PP Jakarta Utara diwarnai kekerasan. "Saya menyesalkan tindakan kekerasan yang dilakukan Satpol PP kepada warga tidak dibenarkan," terang Edi.
Aksi penertiban yang dilakukan, bahwa tindakan pengusiran paksa melanggar Undang-undang Tahun 2005, tentang Ratifikasi Hak-hak Sosial Budaya Ekonomi masyarakat. "Kasihan dong rakyat, yang tidak memiliki tempat tinggal ternyata malah diusir. Ironisnya, mereka bertindak brutal kepada warga yang tidak berdaya tidak bersenjata ," tandasnya.
Selain itu, Satpol PP telah melakukan pelanggaran terhadap pemukulan, kepada orang telah melanggar KUHP tentang tindak kejahatan penganiayaan. "Kami akan melaporkan kekerasan tersebut ke pihak Kepolisian," terangnya. Seharusnya penggusuran dilakukan, dengan melakukan sosialisasi.
Korban yang mengalami kekerasan salah satunya Pangasimin (53) yang berprofesi sebagai tukang becak ini dihajar oleh 20 anggota Satpol PP.
"Saya minta Satpol PP agar rumah saya jangan main bongkar dulu. Rencananya saya akan bongkar sendiri," terangnya saat ditemui dalam kondisi kepala di balut perban. Saat melakukan negosiasi, ternyata tiba-tiba Satpol PP langsung menyerangnya. "Kepala saya dihajar dengan tongkat hingga mengucurkan darah," keluh pria yang sudah puluhan tahun tinggal di sana.
Begitu juga dengan nasib yang dialami, Tomi (18) yang matanya dilempar batu hingga terluka. "Saya lagi membereskan barang, wajah saya dilempar batu, hingga berlumuran darah," ungkapnya.
Dalam keadaan wajah berlumuran darah, dibawa ke Puskesmas Semper Timur. Aksi pembongkaran yang menggunakan alat berat dikawal 1000 Satpol PP gabungan dengan Polres Jakarta Utara dan Kodim 0502 itu, terlihat mencekam.
Pasalnya, aksi pembongkaran 77 bangunan, sempat dihadang warga dengan membakar ban bekas. Warga pasrah dengan aksi Satpol PP yang melakukan penertiban dengan jumlah lebih banyak dari warga. Penghuni lahan PT. Pulomas Jaya, saat dilakukan pembongkaran tidak tahu lagi harus tinggal dimana.
"Kami akan mendirikan tenda, sampai mendapat uang ganti rugi. Dan kalau perlu besok akan mengadu dan menginap di gedung DPRD DKI Jakarta," terang Paggasimin begitu juga dengan 230 kepala keluarga (KK) lainnya. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar