Petugas gabungan dari Satpol PP DKI Jakarta, Satpol PP Pemkot Administrasi Jakarta Utara, pihak kepolisian Polres Metro Jakarta Utara, dan Garnisun yang berjumlah 1.000 personel itu memulai aksinya pada Rabu (18/11) pagi pukul 05.00 WIB. Aksi petugas tersebut, disambut oleh pembakaran ban-ban bekas yang dilakukan oleh warga yang menempati lahan yang berada di Jalan Semper Kebantenan, RT 3/3, Kelurahan Semperbarat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara tersebut.
Aksi pembakaran ban tidak berlangsung lama, karena petugas pemadam kebakaran yang diturunkan ke lokasi segera memadamkan api yang menutupi akses jalan menuju lokasi penertiban.
Sesaat setelah ratusan petugas Satpol PP memasuki gerbang, beberapa warga mencoba menahan langkah petugas. Mereka meminta waktu untuk membongkar bangunan miliknya masing-masng. Namun, aksi warga tersebut disambut dengan dorongan keras oleh petugas Satpol PP yang berada dibarisan terdepan. Warga pun mencoba menyelamatkan diri, namun tetap dikejar dan dipukuli menggunakan pentungan oleh petugas yang membawa pentungan, tameng, serta pakaian pelindung anti huru-hara tersebut.
Pangasimin (53) salah satu warga yang terkena pukulan dan mengalami luka di bagian dahi kiri dan kepala bagian belakang luka bocor karena dipukuli puluhan petugas Satpol PP. Untungnya, pria yang kesehariannya menarik becak ini segera diamankan polisi berpakaian preman untuk mendapat perawatan secukupnya oleh pihak PMI Jakarta Utara yang ikut dalam aksi tersebut.
“Saya hanya memohon supaya rumah saya tidak asal dibongkar. Dan saya bersedia membongkar sendiri, tapi malah dapat pukulan. Saya pun berusaha menyelamatkan diri dengan berlari tapi malah dikejar dan dikeroyok ramai-ramai,” kata pria yang sudah 20 tahun tinggal di lokasi tersebut sembari menunjukkan luka bocor di kepala dan dahi sebelah kirinya.
Selain itu dua bocah juga ikut mencoba menghalau petugas Satpol PP yang ingin merobohkan rumah tinggal mereka. Dengan berpakaian seragam sekolah dasar putih merah, Nabila dan Novi meminta agar petugas tidak bertindak brutal merobohkan rumah-rumah di lokasi itu dengan sembarangan. Pasalnya, ada sebagian rumah yang juga dilengkapi sertifikat dan girik.
“Saya tidak jadi berangkat sekolah. Padahal hari ini sedang persiapan ujian. Tetapi pagi-pagi buta dating petugas Satpol PP yang brutal ingin membongkar rumah saya. Mereka tidak punya hati nurani, kami di sini mempunyai surat sertifikat dan tidak semuanya liar,” katanya berteriak didamping kedua orangtuanya Siti dan Herman sembari menunjukkan fotokopi surat sertifikat hak waris. Dan aksi itu sempat mengundang perhatian petugas dan warga yang menyaksikan aksi penertiban tersebut. Petugas pun urung merobohkan rumah mereka.
Namun demikian, petugas tetap merobohkan rumah-rumah semi permanent lainnya. Dengan dibantu sebuah alat berat excavator langsung memasuki lahan yang rencananya akan dibangun rusun oleh PT Pulo Mas Jaya sebagai pengembangnya. Dua jam kemudian, excavator berukuran besar tersebut telah berhasil meratakan puluhan bangunan semi permanen yang di bangun di atas lahan tersebut.
Wakil Walikota Pemkot Administrasi Jakarta Utara, Atma Sanjaya yang turun ke lokasi mengatakan, pihaknya telah memberikan surat peringatan kepada warga untuk membongkar sendiri bangunan milik mereka.
“Tapi warga bersikeras untuk menempati lahan milik Pemda DKI Jakarta tersebut,” ujar Atma yang mengaku tidak ingat kapan tepatnya surat peringatan tersebut diberikan kepada warga.
Menurut Atma, lahan yang berada di depan tempat pemakaman umum (TPU) Budidarma tersebut dibebaskan pada 1977 lalu. Dan sejak pertengahan 1980-an, pihak PT Pulo Mas Jaya yang diberi hak mengelola lahan tersebut telah membangun pagar setinggi lima meter di sekeliling lahan. “Namun ada oknum warga yang menyewakan tanah ini untuk didirikan banguna,” jelas Atma.
Warga yang berjumlah 700-an orang dan terdiri dari 230 kepala keluarga (KK), dijelaskan Atma, sudah diminta untuk tinggal di rumah susun (Rusun) Marunda. “Warga juga sudah ditawarkan uang kerohiman sebesesar Rp 1 juta, tapi mereka menolak,” tutur Atma.
Tidak semua warga yang tinggal di daerah tersebut lahannya ikut dibongkar. Pasalnya ada sebagian warga yang mengaku memiliki surat girik dan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara. Salah satunya adalah Nawawi (45), yang mengaku merupakan generasi keempat yang menempati rumah yang dibangun bersebelahan dengan lahan milik Pemda DKI Jakarta tersebut. Ia mengaku, pemilik tanah ini adalah H. Balok (alm.) yang tidak lain adalah kakek buyutnya.
Hal serupa juga diungkapkan Tamin yang menempati lahan seluas 6.248 m2 itu sudah turun temurun dan memiliki sertifikat atas nama H. Fatimah yang tak lain adalah nenek buyut Tamin. “Di lahan itu ada tujuh keturunan H. Fatimah yang memiliki hak kepemilikan. Dan rumah kami ini tidak termasuk punya Pulomas Jaya,” terang Tamin dengan nada tinggi pada petugas Satpol PP sembari memperlihatkan fotokopi sertifikat tanah dengan nomor AN 787985 tersebut.
Namun sayangnya, karena minimnya pengetahuan petugas Satpol PP, rumah yang juga memiliki sertifikat dan girik sempat akan dirubuhkan petugas. “Tetapi setelah kami tunjukkan pada pimpinan penertiban, mereka tak jadi membongkarnya,” kata Tamin. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar