JAKARTA, M86 - Bangunan bersejarah Menara Syahbandar atau yang lebih dikenal dengan sebutan Menara Miring, di pelabuhan Sunda Kelapa, kondisinya makin memprihatinkan.
Bangunan yang pernah menjadi Tugu Nol Kilometer Jakarta itu terancam ambruk, karena kemiringannya terus bertambah.
"Kalau tidak segera direhab, kemiringannya akan terus bertambah dan ini sangat berbahaya," kata Kepala Subbagian Tata Usaha Museum Bahari Irfal Guci.
Dia mengaku tak tahu persis sejak kapan menara ini mulai doyong ke selatan. Ia memperkirakan kemiringan Menara Syahbandar ini karena lunaknya tanah di bawahnya. Kondisi ini diperparah dengan padatnya truk-truk bermuatan berat yang melintas di Jalan Pakin.
Diakui Irfal. pihak museum setiap tahun menerima anggaran Rp 700 juta. Dana itu dialokasikan Rp 500 juta untuk biaya kebersihan dan perawatan benda-benda koleksi museum, Rp 100 juta untuk operasional, dan sisanya untuk biaya penyuluhan dan sosialisasi.
"Untuk perbaikan menara setidaknya butuh Rp 3-5 miliar," ujarnya.
Menara Syahbandar didirikan Pemerintah Belanda sekitar tahun 1839. Menara ini dibuat untuk memantau aktivitas kapal-kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa. Saat itu, menara setinggi 12 meter dengan lebar 4x8 meter ini juga berfungsi sebagai kantor kepabeanan.
Berdiri di tepi Jalan Pakin, Penjaringan, Jakarta utara, menara berwarna putih dengan atap kayu merah tersebut terlihat sangat mencolok. Selain karena menara ini menjadi bangunan paling tinggi di wilayah itu, juga posisinya yang doyong ke arah jalan. (red/*b8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar