JAKARTA, MP - Rencana pembangunan jalur rel kereta api (KA) dari Bandung menuju Jakarta International Container Terminal (JITC), Tanjungpriok, Jakarta Utara terganjal pembebasan lahan. Sebab, puluhan warga Koja, khususnya penghuni Jalan Lorong 20, 21, 22, dan 23 yang terkena pembebasan lahan untuk pembangunan jalur rel tersebut menolak ganti rugi dari pihak Administrator Terminal Peti Kemas Bandung.
Hal itu terungkap dalam pertemuan antara puluhan warga dengan pihak Administrator Terminal Peti Kemas Bandung, di RSUD Koja Blok A Lt 4, Kamis (15/10). Warga kecewa dan menolak ganti rugi yang dberikan karena tidak sesuai keinginan warga.
Sebenarnya, Warga yang sudah dua kali melakukan pertemuan dengan pihak tim 9 dan Administrator Peti Kemas. Namun hingga kini belum mencapai kata sepakat. "Kami ini warga yang juga sibuk bekerja, jangan dipermainkan dengan hanya melakukan pertemuan yang tidak jelas," ujar Abdul (56) warga lorong 23.
Ia menuturkan, ada sekitar 42 bangunan yang berada di lorong 20 hingga 23 tersebut. Warga yang menempati lahan itu sejak tahun 2006 lalu sudah diberitahu pihak Kelurahan Koja akan adanya penggusuran untuk pembangunan jalur rel.
Namun ternyata, setelah warga meminta harga ganti rugi untuk lahan sebesar Rp 10 juta per meter persegi, ternyata tidak ada penawaran dari pihak Terminal Peti Kemas. Bahkan pengukuran rumah warga, diungkapkan Abdul, sudah dua kali dilakukan. Sebanyak 22 bidang lahan yang terkena pembangunan jalur KA itu memiliki sertifikat. Selebihnya memiliki surat garapan.
"Masa tanah diukur dan berkas sudah diperiksa, namun harga ganti rugi belum juga ditawarkan," ujar Abdul dengan nada kesal usai melakukan pertemuan tersebut.
Tidak adanya kepastian harga ganti rugi yang ditawarkan, membuat 42 pemilik rumah yang akan dibebaskan pun menolak penggusuran. "Saya sih pengen secepatnya dibayar ganti rugi sesuai dengan harga yang warga ajukan sebesar Rp 10 juta per meter persegi," ujar warga RT03/07 ini.
Begitu juga dengan pernyataan, Sudrajat, anggota Dekel RW 07, yang mengatakan dari pihak pemerintah sejak tahun 2004 belum ada penawaran ganti rugi. "Warga hanya meminta ganti rugi yang sewajarnya," ujarnya sembari meminta pihak Departemen Perhubungan selaku pelaksana pembangunan jalur rel itu untuk mencari jalur lain jika harga yang diminta warga tak disepakati.
Menurutnya, ganti rugi yang pantas untuk lahan yang terkena proyek rel tersebut antara Rp 5-10 juta. Warga beralasan sesuai Peraturan Persiden No 65 Tahun 2006 dan No 36 Tahun 2005 tentang pengadaaan skala kecil lahan tidak lebih dari satu hektar ganti ruginya dilakukan dengan cara jual beli. Warga Lorong 20 yang berada di RT 009/06, warga Lorong 21 RT 005/07, dan RT 006/07 serta Lorong 23 di RT 7/7 dan RT 009/07, meminta agar ganti rugi yang ditawarkan sesuai dengan harga saat ini.
Agustiar selaku Kepala Kantor Terminal Administrator Peti Kemas Bandung, saat ditemui usai pertemuan warga mengatakan hingga saat ini harga ganti rugi belum ditentukan. Alasannya, ganti rugi yang diminta warga tidak sesuai dengan harga pemerintah. "Ganti rugi yang pantas sesuai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak-red) dan harga pasar," ujar Agustiar.
Selain itu, jalur KA dari Jalan Pesoso menuju Terminal JICT, masih ada halangan. "Pelindo II saat ini masih ada lahan yang belum dibebaskan, yakni makam Habib Al Haddad yang lokasinya berada di areal JICT," ungkapnya. Agustiar berjanji akan memberikan ganti rugi yang pantas bagi lahan warga yang terkena proyek tersebut. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar