Jumat, September 25, 2009

36 PMKS di Jakut Ditertibkan

JAKARTA, MP - Untuk menciptakan kota Jakarta semakin nyaman, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara terus melakukan operasi penertiban penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Seperti yang dilakukan hari ini, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Utara berhasil menjaring 36 PMKS, terdiri atas 19 gelandangan dan pengemis (Gepeng), 7 pengamen, 5 pedagang asongan, dan 5 pak ogah.

Para PMKS tersebut disisir dari sejumlah lokasi, diantaranya perempatan Coca-cola, sepanjang Jl Yos Sudarso, Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok, dan Jl Raya Cilincing. Meski secara umum berjalan lancar, namun operasi ini sempat diwarnai aksi kejar-kejaran. Fenomena ini terjadi di Perempatan Coca-cola.

Sebab, saat petugas akan menangkap, mereka sempat terkejut dan berusaha melarikan diri. "Namun akhirnya petugas berhasil mengamankan puluhan PMKS yang masih nekat mencari uang di perempatan dan jalan-jalan," kata Sulistiarto, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Utara, Jumat (25/9).

Dalam operasi ini, Satpol PP Jakut menerjunkan 45 personel. Pada penertiban tersebut, petugas juga tidak hanya mengangkut PMKS, tetapi juga menertibkan spanduk-spanduk yang dipasang bukan pada tempatnya.

"Ada sedikitnya 40 spanduk kita angkut. Karena penempatan spanduk tersebut melangar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum,” ujar Sulistiarto.

Sulistiarto menjelaskan, pihaknya setiap hari rutin melakukan operasi PMKS. Apalagi, paska Lebaran banyak wajah baru yang akan datang ke Jakarta untuk mengais rezeki. "Biasanya habis Lebaran banyak pengemis, gelandangan, dan pengamen yang mencari uang di perempatan dan jalan-jalan," ucapnya.

Minah (40), salah seorang PMKS mengaku terpaksa menjadi tukang pembersih kaca mobil di perempatan Coca-cola, karena suaminya sudah meninggal dunia. Sehingga ia harus menafkahi 4 orang anaknya yang masih kecil. "Habis cari uang di mana lagi? Saya hanya bisa bekerja mencari uang dengana cara bersihin kaca mobil yang sedang berhenti di lampu merah," ucap ibu yang tinggal di Pedongkelan ini.

Hal yang sama juga dikatakan Nila (17). Gadis yang baru beranjak dewasa ini juga terpaksa mengamen karena tidak tahu keberadaan kedua orang tuannya. "Siapa yang mau hidup kaya gini? Saya ngamen buat sekadar bisa makan saja. Kalau sudah terjaring gini, nggak tahu siapa yang nebus saya. Orangtua saya saja nggak tahu keberadaannya di mana?" keluh Nila pasrah. (red/jek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails