Jumat, Agustus 21, 2009

Pemblokiran Rekening PN Jakut Hambat Pembangunan KBT

JAKARTA, MP - Meski trase basah kanal banjir timur (KBT) ditargetkan rampung pada akhir tahun 2009, namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih harus bekerja keras untuk menuntaskan pembebasan lahan KBT, khususnya di wilayah Jakarta Utara. Sebab, hingga saat ini Pemprov DKI Jakarta belum bisa membayar ganti rugi 21 bidang lahan yang telah selesai dikonsinyasi karena rekening Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara masih diblokir.

Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta meminta Departemen Keuangan (Depkeu) agar mengizinkan pencairan sebagian dana konsinyasi pembebasan lahan KBT yang dititipkan di PN Jakarta Utara. Sebab, jika tidak segera dicairkan, pembangunan KBT bisa terhambat. "Jadi yang diminta Pemprov DKI bukan untuk membuka rekening yang diblokir itu secara penuh. Tapi kita ingin mengambil sebagian dana saja," kata Prijanto, Wakil Gubernur DKI Jakarta, usai rapat progres KBT di Balaikota, Jumat (21/8).

Dana yang diminta segera dicairkan tersebut sebesar Rp 873 juta dari total dana yang dititipkan sebesar Rp 17 miliar. Pencairan dana ini sudah sangat mendesak. Sebab, sebanyak 21 bidang lahan itu nantinya akan dijadikan trase basah dan trase kering, dan sejumlah bidang lahan juga akan dibuat jembatan yang menjadi akses keluar-masuk kendaraan proyek. "Karena untuk membawa alat berat perlu infrastruktur berupa jalan dan jembatan. Dan saat ini jembatan belum jadi, otomatis pembuatan jalan juga terhambat," ungkap Prijanto.

Kendati demikian, Prijanto mengaku sejauh ini permohonan percairan sebagian dana di PN Jakarta Utara sudah mulai ada perkembangan positif. "Hal tersebut sudah bisa dipahami jadi sekarang tahapannya sudah dua langkah ke depan," ujarnya.

Selain di Jakarta Utara, kendala pembebasan lahan juga terjadi di wilayah Jakarta Timur. Salah satunya, pembebasan satu bidang tanah seluas 1 hektar milik Raj Kumar Singh di Kelurahan Ujungmenteng. Sebab, pemilik tetap meminta ganti rugi di atas nilai jual objek pajak (NJOP) dengan alasan untuk menebus sertifikat tanah yang masih digadai di Bank.

"Lahan ini untuk trase basah. Karena belum juga selesai lahan ini cukup menghambat pekerjaan. Maka tadi saya tegaskan, apabila satu kali kompromi lagi dia masih tidak mau bekerja sama, ya kita konsinyasikan saja lahan itu," tegas Prijanto.

Sementara untuk lahan fasos fasum milik PT Bumi Amka dan Dinas Hukum AD di Jakarta Timur, saat ini Pemprov DKI Jakarta tengah meminta saran dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Untuk lahan milik PT Bumi Amka dan Dinas Hukum AD yang merupakan fasos fasum kita sedang meminta saran dari BPKP. Setelah fatwa dikeluarkan, kita akan lakukan tindak lanjut. Mungkin dalam waktu dua hari ini akan ada jawaban dari pihak BPKP," ujar Prijanto. (red/*bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails