Apesnya, uang pembebasan 21 bangunan yang berada di trase kering sudah dikonsinyasi ke PN Jakut dan berada dalam rekening yang dibekukan. Dalam waktu dekat, Pemprov DKI akan meminta KPK untuk mengeluarkan uang bagi pembayaran 21 bangunan yang masih dalam rekening PN Jakut.
Tertundanya pembayaran 21 bangunan di Jl Raya Marunda ini jelas menghambat pengerjaan KBT. Karena untuk membawa alat berat perlu infrastruktur berupa jalan dan jembatan. Di atas lahan yang masih terdapat bangunan tersebut, rencananya akan dibuat jembatan. Karena jembatan belum jadi, otomatis pembuatan jalan menjadi molor.
“Pada dasarnya pelaksanaan pembangunan KBT tidak ada masalah. Tetapi, ada 21 bangunan yang tanahnya sudah dikonsinyasi dan PN Jakut sudah siap membayarnya. Namun, pada saat uangnya akan kita ambil, PN Jakut sedang diperiksa KPK, sehingga semua rekening diblokir,” ujar Prijanto, Wakil Gubernur DKI Jakarta kepada beritajakarta.com, didampingi Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Utara, Sukarno, Selasa (14/7).
Agar masalah ini tidak menghambat kelangsungan proyek KBT, Prijanto berencana akan meminta langsung kepada KPK agar mengeluarkan uang untuk 21 bangunan tersebut. “Saya selaku Wakil Gubernur akan minta kepada KPK agar uang pembebasan 21 bangunan itu bisa dikeluarkan. Dalam hal ini bukan membuka seluruh rekening, tetapi hanya mengambil uang yang diperuntukan untuk 21 bangunan itu. Deangan demikian, pengerjaan jembatan di Marunda bisa tepat waktu,” tegasnya.
Prijanto mengungkapkan, di Jl Raya Marunda sedang dibuat jembatan namun terhambat oleh 21 bangunan yang masih berdiri di atas jalan tersebut."Tanah berikut bangunannya, semua masuk dalam konsinyasi dan belum dibayar PN Jakut. Makanya jembatan di Jalan Raya Marunda belum bisa digunakan untuk pengerukan,” ucapnya. Jembatan belum jadi karena salah satu kaki jembatan itu harus terpancang di atas tanah yang dikonsinyasi kan tersebut.
Mengenai 21 bangunan yang menjadi penghambat, Prijanto menjelaskan awalnya pemilik 21 banguan tidak mau dibayar. Padahal tanah tersebut tidak dalam sengketa. Karena ada penolakan, uang langsung dimasukkan ke pengadilan. “Setelah melalui proses pengadilan, harusnya pemilik 21 bangunan tersebut sudah menerima pembayaran. Tetapi kok sudah sebulan belum selesai juga pembayarannya, nggak tahunya rekeningnya sedang dibekukan,” tukasnya.
Sejauh ini, ujar Prijanto, penyelesaian KBT tidak ada halangan karena nyaris seluruh pembebasan sudah dilakukan. Pekan lalu, pengerjaan KBT untuk trase basah secara keseluruhan, hampir tidak ada halangan. Hanya saja, penyelesaian KBT terhambat oleh infrastruktur yang belum terbangun. Untuk lahan yang bermasalah, hanya ada satu berkas milik Nadzir yakni bangunan mushola yang merupakan tanah hibah sedang dicari kelengkapan administrasinya.
“Saya sudah perintahkan lurah supaya membantu dan mendampingi Nadzir untuk mencari surat keterangan hibah ke kantor agama, biar segera bisa dibayarkan kepada yang bersangkutan,” pungkas Prijanto. (mp/*b)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar