JAKARTA, MP - Anton salah seorang pemain gitar dari kelompok dangdut jalanan yang sering mangkal di Sunter, Jakarta, terpaksa menyambi profesi menjadi penyedia jasa ojek, karena pendapatannya dari musik terus seret sejak tiga tahun terakhir.
"Tiga tahun sebelumnya, biasanya kelompok musik kami tiap hari berhasil mengumpulkan Rp400 ribu hingga Rp800 ribu lebih tiap kali tampil menghibur pengunjung," katanya di Jakarta.
Ia menyebutkan, pendapatan groupnya kini berkisar Rp25 ribu sampai Rp40 ribu tiap hari. Jangankan bisa dibawa pulang, katanya dengan wajah lesu, uang untuk makan pun berkurang.
"Bagaimana cara membaginya jika pendapatan kami hanya mencapai Rp40 ribu bahkan lebih rendah sekali menghibur," katanya.
Sebagai orang awam, Anton mengatakan tidak tahu mengapa minat masyarakat untuk membayar jasa penghibur melalui musik jalanan juga menurun.
"Apakah ini sebagai dampak dari krisis ekonomi global ?" katanya.Ia mengaku bisa menyebut itu karena mendengar di radio dan perbincangan masyarakat saja. Sebab ia sendiri tidak memahami tentang arti krisis ekonomi global itu.
"Yang penting cari uang dulu untuk makan anak dan bini di rumah. Jika ada lebih disimpan untuk bekal membeli baju anak masuk sekolah," katanya.
Anton mengatakan, mulai sore dia terus `siaga` menanti penumpang yang siap diantar kemana saja dengan motor yang dipinjam dari majikannya.
Untuk sewa motor pinjaman itu, katanya, pemilik motor hanya mengharuskan tiap hari setor Rp15 ribu.
Yanti seorang penjaga counter HP di blok M, menyatakan sering menggunakan jasa ojek untuk pulang ke rumah.
"Jika angkutan ke rumah sudah sepi, dari blok M saya naik kopaja dan menjelang sekilo menuju rumah biasanya saya menggunakan jasa ojek," katanya.
Jasa ojek sangat membantu, katanya, karena tidak tersedianya angkot yang masuk ke gang-gang rumah apalagi pada malam hari. (mp/*a)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar