
“Bukti itu kita perlukan sebagai penentu batas-batas objek yang nantinya akan menjadi cagar budaya tersebut. Ini kita sebut bukti fisik lengkap dengan struktur dan kondisi bangunannya,” kata Arie Budhiman, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Kamis (29/4).
Selain melampirkan bukti fisik, bukti kesejarahan atau aspek historis tentang bangunan tersebut juga harus dilampirkan dalam permohonan. Hal ini untuk memperkuat dasar bahwa objek tersebut agar pantas menjadi sebuah cagar budaya. Jika semua syarat sudah terpenuhi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI akan mengirimkan Tim Penasihat Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya (TPPLBCB) untuk menelaah objek tersebut,” terangnya.
Tim yang dimaksud terdiri dari 14 orang yang terdiri dari para arkeolog, sejarawan, budayawan, dan sosiolog. Tim inilah yang akan bekerja dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan dalam Perda Nomor 9 tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya.
“Kriterianya, salah satunya adalah objek tersebut paling tidak harus berumur 50 tahun dihitung dari tahun Perda tersebut. Kriteria lainnya adalah objek tersebut harus memiliki unsur keunikan, bisa menjadi landmark dan berbagai kriteria lainnya,” terang Arie. Setelah tim selesai melakukan pengkajian terhadap objek yang didaftarkan sebagai cagar budaya, hasilnya akan diserahkan ke gubernur dalam bentuk rekomendasi.
Nantinya gubernurlah yang akan mengeluarkan SK penetapan objek tersebut menjadi cagar budaya atau tidak dan itu merujuk rekomendasi dari Tim PPLBCB. Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, saat ini di Jakarta sudah ada 216 bangunan yang terdaftar sebagai cagar budaya. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar